30 Days Writing Challenge- #22 Hujan, Kenangan, dan Khayalan
Challenge hari kedua puluh dua. Write about today.
Pagi ini diawali dengan saya yang bangun kesiangan dan hujan yang tiba-tiba mengguyur dengan cukup lama dan semakin deras. Membuat betah berselimut di atas kasur. Sepertinya sudah cukup lama tidak hujan deras di sini.
Saya beranjak dari tempat tidur dan mengenakan jaket, berjalan menuju ruang tamu untuk menghirup aroma petrichor. Tapi tidak ada. Yang ada hanya aroma dingin. Saya berjalan lagi sampai pintu, masih tidak tercium. Saya diam sejenak, ada sedikit dan selewat aroma petrichor. Sisanya hanya aroma dingin.
Kalau kalian bertanya apa itu aroma dingin? Pernah tidak kalian membuka kulkas dan mencium aroma yang sama di setiap kulkas? Di rumah, di warung, di minimarket, atau supermarket? Itu yang saya sebut sebagai aroma dingin. Hari ini saya cium dari luar, bukan dari kulkas.
Tiba-tiba saya rindu terjebak hujan ketika pulang sekolah. Entah itu SD, SMP, atau SMK. Saya rindu memakai payung. Terkadang terjebak banjir yang mengharuskan sepatu saya kebasahan, atau hujan yang tiba-tiba sangat deras hingga membasahi rok.
Rasanya sudah lama sekali saya tidak terjebak hujan di luar saat sedang berjalan kaki. Sudah lama sekali saya tidak membuka payung. Sudah lama sekali tidak menerjang banjir yang tingginya semata kaki di jalan. Atau menjauh ketika ada kendaraan yang lewat karena tidak mau terciprat air.
Lucu, ya? Sesuatu yang awalnya kita benci bisa menjadi sesuatu yang kita rindukan. Mungkin dulu saya akan kesal jika hal-hal itu terjadi. Tapi sekarang saya sangat merindukan hal itu. Huft.. Semoga dunia lekas membaik.
Ketika hujan sudah reda. Saya berjalan kembali untuk sarapan. Saat saya akan menyuapkan suapan pertama, ada yang mengetuk pintu. Saya taruh kembali dan saya lanjutkan kembali makan setelah selesai menemui orang yang mengetuk pintu.
Hujan terdengar kembali. Tiba-tiba memori berputar. Teringat ketika saya masih SD. Berangkat sekolah ataupun pulang sekolah, walaupun hujan deras, diterjang dengan menggunakan jas hujan bersama teman-teman. Kami melewati suatu lapang yang sangat luas penuh rumput liar. Jika hujan deras, maka pasti akan becek dengan tanah basah bahkan bisa sampai banjir.
Jika saat hujan itu pulang sekolah dan kami tidak membawa sandal, ya kami bertelanjang kaki saat sampai di lapang. Kalau sekarang mungkin saya akan merasa gatal. Tapi entah mengapa dulu tidak gatal. Seru sekali sepertinya dulu.
Walau mungkin dulu menyebalkan harus berat-berat membawa jas hujan dan sandal di tas tapi ternyata tidak hujan. Besoknya hanya membawa jas hujan tapi ternyata banjir. Atau sangat becek.
Saya jadi terpikir mungkin anak saya nanti tidak akan mengalami hal yang seperti saya alami di masa kecil. Dia atau mereka mungkin keseruannya akan berbeda.
(Baca juga: #21 Love)
Terima kasih sudah membaca tulisan saya! Sampai jumpa di tulisan saya yang selanjutnya!
Pagi ini diawali dengan saya yang bangun kesiangan dan hujan yang tiba-tiba mengguyur dengan cukup lama dan semakin deras. Membuat betah berselimut di atas kasur. Sepertinya sudah cukup lama tidak hujan deras di sini.
Saya beranjak dari tempat tidur dan mengenakan jaket, berjalan menuju ruang tamu untuk menghirup aroma petrichor. Tapi tidak ada. Yang ada hanya aroma dingin. Saya berjalan lagi sampai pintu, masih tidak tercium. Saya diam sejenak, ada sedikit dan selewat aroma petrichor. Sisanya hanya aroma dingin.
Kalau kalian bertanya apa itu aroma dingin? Pernah tidak kalian membuka kulkas dan mencium aroma yang sama di setiap kulkas? Di rumah, di warung, di minimarket, atau supermarket? Itu yang saya sebut sebagai aroma dingin. Hari ini saya cium dari luar, bukan dari kulkas.
Tiba-tiba saya rindu terjebak hujan ketika pulang sekolah. Entah itu SD, SMP, atau SMK. Saya rindu memakai payung. Terkadang terjebak banjir yang mengharuskan sepatu saya kebasahan, atau hujan yang tiba-tiba sangat deras hingga membasahi rok.
Rasanya sudah lama sekali saya tidak terjebak hujan di luar saat sedang berjalan kaki. Sudah lama sekali saya tidak membuka payung. Sudah lama sekali tidak menerjang banjir yang tingginya semata kaki di jalan. Atau menjauh ketika ada kendaraan yang lewat karena tidak mau terciprat air.
Lucu, ya? Sesuatu yang awalnya kita benci bisa menjadi sesuatu yang kita rindukan. Mungkin dulu saya akan kesal jika hal-hal itu terjadi. Tapi sekarang saya sangat merindukan hal itu. Huft.. Semoga dunia lekas membaik.
Ketika hujan sudah reda. Saya berjalan kembali untuk sarapan. Saat saya akan menyuapkan suapan pertama, ada yang mengetuk pintu. Saya taruh kembali dan saya lanjutkan kembali makan setelah selesai menemui orang yang mengetuk pintu.
Hujan terdengar kembali. Tiba-tiba memori berputar. Teringat ketika saya masih SD. Berangkat sekolah ataupun pulang sekolah, walaupun hujan deras, diterjang dengan menggunakan jas hujan bersama teman-teman. Kami melewati suatu lapang yang sangat luas penuh rumput liar. Jika hujan deras, maka pasti akan becek dengan tanah basah bahkan bisa sampai banjir.
Jika saat hujan itu pulang sekolah dan kami tidak membawa sandal, ya kami bertelanjang kaki saat sampai di lapang. Kalau sekarang mungkin saya akan merasa gatal. Tapi entah mengapa dulu tidak gatal. Seru sekali sepertinya dulu.
Walau mungkin dulu menyebalkan harus berat-berat membawa jas hujan dan sandal di tas tapi ternyata tidak hujan. Besoknya hanya membawa jas hujan tapi ternyata banjir. Atau sangat becek.
Saya jadi terpikir mungkin anak saya nanti tidak akan mengalami hal yang seperti saya alami di masa kecil. Dia atau mereka mungkin keseruannya akan berbeda.
(Baca juga: #21 Love)
Terima kasih sudah membaca tulisan saya! Sampai jumpa di tulisan saya yang selanjutnya!
Comments
Post a Comment